Di luar In Jwa memberitahu Jin Ki dan Poong Goon kalau ada
sekutu mereka di istana masih ada. Apalagi Ibu Suri juga bergabung dengan In
JWa, dua pemimpin militer pun ikut berpaling dari Raja. Dengan sangat yakin In
Jwa berkata kalau Raja hanya mengantarkan nyawa datang ke Anseong. Tak lama
kemudian muncul seorang prajurit dan mengibarkan bendera putih. Melihat itu, In
Jwa tertawa senang karena akhirnya Raja benar-benar mati.
Salah satu pimpinan militer muncul dan memberi kode pada In
Jwa untuk masuk. Dengan penuh semangat, In Jwa kemudian menyuruh sebagian
pasukannya masuk bersama Poong Goon. Ketika mereka semua masuk, In Jwa melihat
gelagat yang aneh pada si pimpinan militer, dia terlihat gusar dan itu membuat
In Jwa merasa ada yang aneh. Saat akan
memasuki benteng, Poong Goon melihat prajurit yang mengibarkan bendera dan si
prajurit memberi kode sebuah anggukan. Hmm?? Sebenarnya apa yang terjadi? Yuk kita
cari tahu jawabannya.
Setelah sebagian pasukan In Jwa masuk benteng bersama Poong
Goon, gerbang benteng tiba-tiba di tutup, prajurit yang mengibarkan bendera
putih pergi dan para prajurit khusus muncul dengan mengarahkan panah mereka ke
arah In Jwa. Pimpinan militer yang tadi memberi kode pada In Jwa pun langsung
di tangkap oleh prajurit.
Tak lama kemudian, Raja muncul bersama Sang Gil dan juga Dae
Gil. Mengetahui kalau semua itu adalah ulah Baek Dae Gil, tentu saja In Jwa
merasa kesal dan dia menyuruh sebagian pasukan yang masih bersama dengannya
mundur.
Pasukan pemberontak langsung di kepung oleh prajurit istana.
Poong Goon pun kemudian mengumumkan kalau mulai sekarang mereka semua bukanlah
pasukan pemberontak. “Lee In Jwa tidak punya rencana besar. Satu-satunya yang
dia miliki adalah keserakahannya,” ucap Poong Goon dengan tegas.
Bae Dae Gil muncul dan berkata kalau dia sudah lama menunggu
Poong Goon. Hmmm... ternyata mereka berdua saudah bekerja sama.
Flashback!
Malam itu, ketika Poong Goon minta sendirian di kuburan pria
yang mati di bunuh In Jwa, Dae Gil muncul menemuinya.
Flashback End!
Melihat apa yang terjadi, Raja pun teringat kembali ketika
Dae Gil mengatakan 3 strateginya untuk mengalahkan In Jwa.
Flashback!
Raja bertanya apa rencana ketiga Dae Gil dan Dae Gil
menjawab kalau pasukan di Honam dan Yeongnam adalah tangan Lee In Jwa dan Mil
Poong Goon adalah pedang di tangan In Jwa. Sedangkan belati yang dia genggam
adalah mata-mata yang In Jwa sembunyikan di dalam istana.
“Mil Poong Goon dan kelompok radikal dari kubu yang kalah
bekerjasama. Bagaimana caramu membuat mereka muncul?” tanya Raja yang masih tak
mengerti pada rencana Dae Gil.
“Aku akan membawa para pemberontak mengikuti Mil Poong Goon
untuk datang kesini,” jawab Dae Gil yang bermaksud menggunakan Poong Goon sebagai
umpan. Raja kemudian bertanya lagi tentang cara Dae Gil mencari mata-mata yang
bersembunyi di istana.
“Aku...akan menghunuskan pedangku dan menggarahkkannya ke
lehermu,” jawab Dae Gil.
Flashback End
!
Kita kembali saat Dae Gil menghunuskan pedangnya pada Raja
dan saat itulah kedua pimpinan menteri itu menunjukkan wajah aslinya. Mereka
hendak menebaskan pedang mereka pada sang Raja, namun pedang itu dengan cepat
di halau, satu oleh Raja sendiri dan yang satunya lagi di halau oleh Dae Gil.
Murka karena sudah di khianati, tanpa basa basi Raja langsung menebaskan
pedangnya pada salah satu pimpinan militer dan mereka sengaja membiarkan satu
pimpinan militer hidup untuk menjebak In Jwa.
Ketika pimpinan militer itu muncul di depan In Jwa, Raja dan
yang lain sedang bersembunyi di balik dinding dan itulah yang menyebabkan
pimpinan militer itu terlihat cemas ketika pasuka pemberontak memasuki benteng.
Dae Gil meminta semua pasukan pemberontak untuk membuang
senjata mereka karena kalau mereka menyerah mereka akan tetap dibiarkan hidup
oleh Raja. Awalnya pasukan pemberontak ragu melakukannya, tapi setelah Raja
muncul dan mengatakannya sendiri, semua pasukan pemberontak langsung membuang
senjata mereka.
“Jangan takut. Pemberontakkannya akan segera berakhir,” ucap
Raja.
“Kalian semua akan segera kembali ke rumah masing-masing,”
tambah Dae Gil dan semua pasukan pemberontak langsung berlutut berterima kasih
pada Raja.
“Kau sudah menyelamatkan rakyat lagi. Namun, tugasmu sudah
selesai sampai di sini. Selanjutnya aku yang akan mengurusnya,” ucap Raja pada
Dae Gil.
“Yang Mulia,” panggil Dae Gil seperti tak terima karena dia
merasa Raja akan tetap melakukan pertumpahan darah. Namun Raja enggan
membahasnya, dia berali pada Mil Poong
Goon.
“Mil Poong Goon, Aku akan memikirkan apa yang akan aku
lakukan padamu setelah aku menangani para pemberontak,” ucap Raja dan pergi.
Dae Gil yang tak ingin ada pertumpahan darah langsung mengejar Raja dan
memintanya untuk membatalkan rencananya. Namun Raja tak bisa, karena sebentar
lagi 100 ribu pasukan pemberontak akan datang. Kalau sekarang dia tak
menghabisi In Jwa dan sisa pasukannya, maka ibukota akan hancur.
Dae Gil berkata kalau dia sangat yakin, rencana keduanya
akan berjalan dengan baik. Namun Raja tak percaya, karena sampai sekarang
mereka belum mendapatkan kabar tentang pasukan Pil Hyun dan Hye Ryang yang
berhasil di hentikan.
“Malam ini adalah malam terakhir,” ucap Raja dan pergi.
In Jwa dan pasukan mendirikan tenda dan menunggu pasukan sekutu
mereka datang. Jin Ki menghampirinya dan memberitahukan kalau situasi mereka
semakin sulit, karena mereka hanya punya sedikit pasukan. Jin Ki kemudian
menyuruh Jin Ki untuk memanggil komandan mereka, karena ada yang ingin dia
bicarakan.
Dae Gil terus membuntuti Raja dan meminta sang Raja untuk
memikirkan lagi rencananya. Masih pada keputusannya, Raja pun berkata kalau
mereka tidak akan mendapatkan sesuatu tanpa adanya pengorbanan.
“Bagaimana kau bisa memaksa rakyat untuk berkorban?” tanya
Dae Gil.
“Setelah pemberontakannya selesai. Aku akan memohon
pengampunan. Aku akan menyiapkan upacara pemakaman bagi mereka dan memberikan
bantuan. Kau bilang aku memaksa mereka untuk berkorban? Oleh sebab itu... Aku
sudah siap dijuluki sebagai Raja yang kejam,” ucap Raja dengan yakin dan Dae
Gil sudah tak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya bisa melihat adik kandungnya
itu dengan tatapan sedih.
Strategi yang In Jwa gunakan adalah membuat benteng manusia.
Dia sengaja menyuruh mereka semua berdiri di depan dan menghadapi semua
prajurit istana agar mereka bisa bertahan sampai pasukan sekutu mereka datang.
Jin Ki tak setuju dan protes, namun In Jwa tetap pada pendiriannya dengan
alasan kalau mereka sudah sampai sejauh ini, mereka harus menghargai nyawa
orang-orang yang sudah berkorban untuk mereka.
Raja berkata kalau malam ini, dia sendiri yang akan memimpin
penyerangan. Apa yang Raja katakan benar-benar dia lakukan. Dia mendatangi
tenda In Jwa, dimana para pasukan pemberontak sudah di bariskan di depan tenda
untuk berjaga. In Jwa sendiri hanya berbaris di belakang mereka.
Tak mau membuang waktu lagi, Raja langsung menyuruh prajuritnya
menyerang. Tak ingin pasukan pemberontaknya banyak yang gugur, Jin Ki pun turun
tangan untuk mengalahkan para parjurit yang baru sedikit Raja kirim untuk
menyerang. Tepat disaat itu Dae Gil muncul dan minta semuanya di hentikan.
Namun Raja berkata kalau semuanya sudah terlambat.
“Mereka yang berdiri di depan itu hanya sebagai tameng,”
ucap Dae Gil dan memperlihatkan ekspresi para pasukan pemberontak yang terlihat
ketakutan.
“Mereka pemberontak yang sudah berkhianat,” jawab Raja dan
kemudian menyuruh prajuritnya untuk membunuh mereka semua dan jangan sampai ada
yang hidup. Berbeda dengan penyerangan sebelumnya, kali ini Raja menggunakan
senapan.
Melihat rakyat yang sudah banyak mati, Dae Gil pun langsung
menunggangi kudanya ke depan ketika Sang Gil memberi perintah menembak. Alhasil
Dae Gil pun terkena tembakan dari senapan itu. Apa yang dilakukan Dae Gil tentu
saja membuat Raja dan Sang Gil kaget.
Walaupun terkena tembakan, Dae Gil masih bisa berdiri dan
melihat semua pasukan pemberontak menangis karena kehilangan keluarga mereka.
“Hentikan! Tolong hentikan semua ini! Lihat baik-baik... apa
yang sedang terjadi, Apa ini...apa ini rencana besar yang kau inginkan? ”
teriak Dae Gil pada In Jwa dan dengan santainya In Jwa menjawab kalau mereka
tidak akan bisa mencapai hal yang besar tanpa adanya perngorbanan.
“Jaga dan jangan biarkan mereka masuk!” perintah In Jwa pada
anak pasukannya. Dengan menahan rasa sedih mereka karena kehilangan keluarga
dan sahabat, para pasukan pemberontak itu pun kembali ke barisan untuk
melindungi In Jwa. Melihat itu, Raja pun memerintahkan pada prajuritnya untuk
kembali menembak. Namun sebelum hal itu terjadi, Dae Gil langsung merentangkan
tangannya dan menghalangi Raja menembak.
Tak lama kemudian Seol Rim, Tuan Nam dan rombongan rakyat
yang lain muncul dan ikut menghalangi Raja untuk menembak. Tuan Nam meminta
Raja untuk berhenti menembak dan Raja pun akhirnya luluh. Dia memerintahkan pada
prajuritnya untuk menghentikan penyerangan.
Raja dan Dae Gil kemudian saling menatap, dan mereka berdua
kembali teringat pada pembicaraan empat mata mereka sebelumnya.
Flashback!
Raja berkata kalau dia tidak bisa melindungi orang-orang
yang sudah memberontak. Dae Gil pun kemudian berkata kalau dia akan membuktikan
pada Raja kalau pasukan pemberontak itu, bukan lah pemberontak sebenarnya,
mereka semua hanya rakyat biasa.
Flashback End!
Ternyata alasan Raja menghentikan penyerangan adalah karena
dia ingin melihat apa yang sudah Dae Gil janjikan padanya. Dae Gil kemudian
masuk ke kawasan In Jwa dan menemui In Jwa. Masih tak mau menyerah, In Jwa
berkata kalau semua itu belum berakhir. Dae Gil kemudian berkata kalau In Jwa
masih harus memilih, “Nyawa semua orang yang ada disini... Tergantung dengan
pilihan yang akan kau ambil,” ucap Dae Gil.
“Jika kami peduli dengan kehidupan mereka, kami tidak akan
pernah melakukan ini. Aku...Lee In Jwa....bisa kau kuburkan disini, ditempat
ini, bersama mereka semua,” jawab In Jwa dengan yakin dan Dae Gil pun kemudian
berkata kalau dia bersedia bergabung dengan In Jwa.
“Kau sudah banyak kehilangan anak buahmu. Mil Poong Goon
sudah mengkhianatimu. Kau tidak memiliki hak atas tahta kerajaan.”
“Lalu...kenapa?” tanya In Jwa.
“Aku akan akan mempertaruhkan nyawaku padamu. Jika kau bisa
membuktikan padaku kalau kau benar. Aku akan melakukannya,” ucap Dae Gil dan In
Jwa bertanya bagaimana cara dia membuktikan dirinya. Dae Gil menjawab kalau
mereka serahkan semuanya pada surga.
Ternyata yang di maksud pembuktian diri berdasarkan kehendak
surga adalah dengan cara taruhan. Sang Gil merasa seorang Raja tak pantas melihat taruhan seperti itu dan meminta Raja untuk mengakhiri semuanya, namun sang Raja ingin menepati janjinya pada Dae Gil, dia ingin memberikan Dae Gil kesemparan untuk membuktikan semuanta.
Dae Gil dan In Jwa sudah saling berhadapan dan Dae Gil
kemudian mengeluarkan koin yang dia perjuangkan dan kemudian menyelamatkan
nyawanya. Koin itu sudah mengubah kehidupan Dae Gil, jadi Dae Gil sangat yakin
kalau koin itu jugalah yang akan menentukan nasib In Jwa dan juga Joseon. In Jwa
setuju dan mau mengikuti permainan Dae Gil.
“Kita harus memperjelas 1 hal terlebih dulu. Membuat janji
di depan semua orang yang ada di sini. Jika aku yang menang... Kau harus
menyerah,” ucap Dae Gil.
“Jika kau yang menang. Aku akan melupakan rencanaku,” janji
In Jwa dan Dae Gil mulai memutar koin, kemudian menutup koin dengan mangkuk.
Mereka berdua taruhan menebak gambar apa dari koin tersebut yang mengarah ke
atas.
“Bagian depan. Bagian yang ada kata Sang Pyung Tong Bo,”
jawab In Jwa dan Dae Gil mau tak mau harus memilih bagian belakang. Sebelum Dae
Gil membuka mangkuk, In Jwa berkata kalau dia penasaran, apakah surga memihak
pada Dae Gil atau pada dirinya? Dengan yakin Dae Gil menjawab kalau dia tidak
akan pernah mengajak taruhan jika dia tak yakin kalau dia akan keluar sebagai
pemenang.
Mangkuk di buka dan benar, Dae Gil pemenangnya. Tentu saja
hal itu membuat In Jwa langsung kebingungan. “Seperti yang kau janjikan, menyerah
dan masuklah ke penjara,” ucap Dae Gil dan reflek pasukan pemberontak langsung
mengeluarkan pedang mereka dan menghunuskannya ke arah Dae Gil. In Jwa kemudian
berkata kalau dia tak bisa menepati janjinya untuk menyerah.
“Setelah malam ini... Pasukan pemberontakan yang besar dari Yeongnam
dan Honam akan bergabung dengan kami. Kau pikir 100 ribu orang tidak bisa merebut
benteng pegunungan Jukju?” ucap In Jwa dan Dae Gil langsung memberitahu kalau
Jeong Hee Ryang dan Park Pil Hyun sudah di tangkap. Tentu saja mendengar kabar
itu langsung membuat In Jwa panik.
Apa yang sebenarnya terjadi? Ternyata Park Pil Hyun memang
benar-benar sudah di tanngkap dan semua itu berkat Man Geum. Sedangkan Hee
Ryang di tangkap oleh Che Gun. Karena tidak akan ada pasukan bantuan yang
datang untuk In Jwa, jadi Dae Gil pun meminta untuk menyerah. In Jwa murka dan
menyuruh pasukannya menangkap Dae Gil, namun semua tak ada yang mau
melakukannya, semua anak buah In Jwa malah menurunkan pedang mereka.
In Jwa kemudian menyuruh Jin Ki untuk menghabisi Dae Gil dan
Jin Ki benar-benar mengeluarkan pedangnya, namun bukan di arah pada Dae Gil
melainkan pada In Jwa. WOW!
“Apa yang kau lakukan?” tanya In Jwa kaget.
“Kau yang mengatakan sendiri. Sebuah bangsa untuk rakyat. Kau
bilang kau akan menempatkan raja untuk rakyat. Tapi, tidak bisa memberi makanan
bagi mereka yang kelaparan. Kau memanfaatkan perut mereka sebagai tameng anak
panah! Aku sangat menentang soal itu. Haruskah aku membiarkanmu hidup? Atau... haruskah
aku mati bersamamu? Kau orang yang sudah aku anggap sebagai guruku. Akulah yang
harus membunuhmu. Jangan biarkan masalahnya menjadi semakin bertambah parah,”
ucap Jin Ki dan hendak menebaskan pedangnya ke leher In Jwa, namun dia larang oleh
Dae Gil.
“Nyawanya menjadi milik rakyat. Sekarang bukan saatnya,”
ucap Dae Gil dan kemudian para prajurit masuk untuk menangkap In Jwa. Tak ingin
di tangkap dan di hukum bersama In Jwa, Jin Ki pun memilih melarikan diri
sendirian dan Dae Gil membiarkannya.
In Jwa di tangkap dan Dae Gil berkata kalau sekarang In Jwa sudah
tamat. Tentu saja In Jwa terlihat sangat marah pada Dae Gil.
Bersambung ke sinopsis Jackpot Episode 24.
No comments :
Post a Comment