High End Crush
Episode 1
Mobil diparkir di
depan sebuah gedung. Terlihat seorang pria turun dan menyiapkan diri dengan
kaca mata hitam, tas, dan segelas kopi. Mmm...sebenarnya semua itu dipersiapkan
asistennya sih. Bahkan asisten juga yang mempersilahkan sang pria untuk berjalan
masuk sambil terlebih dulu menyeruput kopinya. Mau ke mana mereka? Dan ngapain?
Sepertinya mau ikutan
nimbrung pembicaraan 2 orang PD yang meributkan Ji Won dan Nam Hyuk.
“Memakai Ji Won dan
Nam Hyuk? Memangnya siapa dia melakukan itu padaku? Percayalah padaku dan
lakukan saja apa yang kukatakan, ya?”
“Tapi kemarin nggak
cuma keributan...”
Pria yang ternyata Direktur
Choi Se Hoon menerobos masuk ke dalam ruangan meski sudah coba dihentikan
petugas. “Apa anda sudah membuat janji?” Tapi pria itu tak
menggubrisnya dan terus masuk.
Setibanya mereka di
sebuah lorong yang dipajangi foto beberapa artis, Se Hoon menjentikkan jarinya.
Memberi tanda sehingga asistennya bergegas melepas salah satu foto artis dengan
punggung seksinya.
“Aku lebih memilih
Nam Hyuk daripada Ji Won. Aku sutradara filmnya, jadi dia tidak akan bisa
berbicara lagi kan?”
Se Hoon masuk membuat
ruangan membuat semua terkejut dan mulai membela diri. Tanpa basa basi Se Hoon berkata
kalau proyek mereka tak berjalan seperti yag direncanakan. Padahal ia sudah
meng-inves 40% dari biaya dan ia berhasil mencari sponsor untuk membiayai
30%-nya lagi. “Dan sepertinya ada yang lupa dengan hal itu, ya?” sindir Se Hoon.
Pak sutradara tidak
gentar. Ia melakukan hal ini bukan demi kepentingannya sendiri. Feeling Se Hoon
yang tiap hari bermain dengan uang, berbeda dengannya yang bergerak di bidang
senin. Dan menurut pendapatnya, Yoon Ji Woon tak cocok dengan peran di filmnya.
Ia tak merasakan getaran saat melihat Ji Woon dari kameranya, dan ia merasa Nam
Hyuk lebih cocok.
Se Hoon pun menyuruh
anak buahnya mengeluarkan foto yang tadi dilepas dari dinding. Pak Sutradara
mengenali foto Nam Hyuk yang dicopot dan malah memuji tindakan Se Hoon yang
bisa mengenali Nam Hyuk yang lebih greget sebagai aktor. “Ia sempurna.”
“Jadi keputusanmu
bukan karena pengeluaranmu yang besar –biaya pindah rumah, punya mobil baru,
liburan keluarga-. Begitu maksudmu? Kudengar ayah Nam Hyuk mau mengeluarkan
uang berapapun agar anaknya bisa menjadi selebritis,” kata Se Hoon.
Sutradra tersinggung
dengan ucapan Se Hoon. Tapi Se Hoon hanya ingin mengungkapkan fakta yang
membuat Sutradara memilih Nam Hyuk sebagai pemeran utama daripada Ji Won. Sutradara
menjelaskan kenapa ia memilih Nam Hyuk. Dari foto itu saja kelihatan kalau ada ‘feeling’
kan dalam foto tersebut? Ada aura tertentu yang muncul dari foto
itu, yang tak mungkin orang sepertinya atau Direktur Jang bisa
Se Hoon membenarkan.
Dia punya feeling ayah Kim Nam Hyuk bisa melakukan apapun agar sang putera
menjadi artis. Tentu saja sutradara kesal dicurigai begitu. Ia lantas
memperlihatkan punggungnya, apakah punggungnya terlihat sama? Tidak. Itu
benar-benar hot, beda dengannya dan Direktur Jang sekalipun. “Dia
akan menjadi besar. Percayalah padaku.”
Se Hoon tersenyum.
“Terima kasih. Aku pun juga merasakan hal yang sama. Ji Won kami pasti akan
menjadi besar.”
Eh? LOL Ternyata foto
itu adalah foto Ji Won bukan Nam Hyuk. Asisten direktur tlah menggantinya
dengan foto Ji Won yang persis seperti pose Nam Hyuk. “Jadi bagaimana? Apakah
kau butuh waktu untuk menatapnya lebih lama?” tanya Se Hoon sambil berdiri
menatap kedua orang di hadapannya yang langsung mengkerut.
Se Hoon keluar
gedung, tapi ditahan oleh asistennya. Kenapa Se Hoon langsung pergi? Seharusnya
Se Hoon harus benar-benar memastikan mereka akan memakai Yoon Ji Won. Se Hoon
pun bertanya mengapa si asisten tak pernah bisa mengunggulinya? “Karena Anda
selalu menekanku.”
Jawaban itu membuat Se
Hoon memukul belakang kepala si asisten. Jawaban yang benar adalah karena si
asisten tak sabaran dan tak pintar menilai. Ia meminta handphone si asisten.
Dalam hitungan 5 detik, orang yang di dalam gedung itu pasti akan meneleponnya.
Lima.. empat.. tiga..
dua.. satu..
Tak ada telepon masuk
dan si asisten mulai menyalahkannya yang terlalu meremehkan. Se Hoon terlalu
pede, sih.
Tapi ternyata butuh
waktu lebih dari 5 detik, karena beberapa saat kemudian handphone itu menyala
dengan foto Direktur Jang di layarnya. Si asisten terperangah, speechless
sekaligus kesal karena bosnya-lah yang benar.
Se Hoon melempar handphone
yang segera ditangkap si asisten. Ia masuk mobil sementara si asisten mengangkat
telepon dari Direktur Jang.
Seorang gadis melihat
pengemis tak berkaki di pinggir jalan dan memberinya uang. Tapi ternyata kaki
buntung pengemis hanya kaki palsu karena pengemis itu bisa lari saat dikejar
polisi.
Seperti itulah dunia menurut
Se Hoon. Seperti yang ia ceritakan pada psikiaternya, baginya dunia ini seperti
Serengeti. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Jika mereka tak waspada,
maka mereka akan diserang.
Psikiaternya menguap
dan menulis diagnosa Kau pikir kau
sehebat itu? Ini warna b.a.b mu lengkap dengan gambarnya. Se Hoon marah melihat
psikiaternya menguap. Ia sudah bayar mahal seharusnya ia didengarkan. Psikiater
itu berkilah kalau ia tak pernah menyuruh Se Hoon untuk datang menemuinya.
Se Hoon menunjukkan
brosur praktek si Psikiater yang jelas-jelas mengatakan Saya selalu ada untuk memahami perasaan Anda. Psikiater mencoba
membela diri kalau itu hanya promosi biasa dibuat para dokter. Ia pun memberi
analisa tentang Se Hoon. Se Hoon memang hebat, tapi sangat pesimis.
Se Hoon berkata kalau
psikiater tentu orang yang optimis, yang ia akui tak mampu ia lakukan. Psikiater
itu sangat optimis walau investasinya anjlok di bursa saham. Tetap optimis
walau punya pacar yang hanya memperalatnya. Meminjamkan uang pada teman yang
tak pernah bayar, malah diperlakukan seperti orang yang berhutang.
Psikiater itu kesal
dikatai seperti itu. Apa Se Hoon datang hanya untuk mengganggunya? Senang jika
ia menjadi gila? Se Hoon menepuk bahu si psikater. Apa untungnya ia membuat
gila padahal ia bayar banyak? Tugas dokter adalah mencari jawaban atas
penyakitnya.
Si Psikiater menjawab
dalam hati kalau Se Hoon mengidap keangkuhan akut. Tapi ia tak mengatakannya
malah menjawab kalau diagnosanya itu sulit diterjemahkan dengan bahasa awam.
Ada telepon masuk, tapi Se Hoon malah mematikan handphonenya.
Si asisten yang
meneleponnya karena artis mereka, Kang Min Joo, melarikan diri. Min joo
berhasil membuat jarak dengan mereka setelah makan tteokboki tanpa bayar, ambil
topi tanpa bayar (yang keduanya harus dibayar oleh asisten) dan melompati
gerobak buah.
Mereka berhasil
memojokkan Min Joo di sebuah gang buntu. Tapi Min Joo tak hilang akal. Ia
berteriak keras-keras kalau ia akan diculik. Orang-orang yang lewat segera
mendekat, membuat si asisten membela diri kalau mereka bukanlah orang jahat.
Mereka bekerja di sebuah agency yang sama.
Tungg! Si asisten
terjatuh karena dipukul oleh seseorang. Gadis, yang tadi memberi uang pada
pengemis, sudah membawa besi panjang, bersiap membela Min Joo.
Dan tindakan itu
adalah contoh salah satu tindakan orang lemah yang tak dimengerti Se Hoon. Masih di ruang psikiater, ia berkata kalau
banyak contoh bodoh yang terjadi di luar sana, seperti misalnya pacaran. Cinta
yang tak berbalas. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kalau sudah cinta
harusnya diungkapkan saja. Banyak naskah
drama yang ia terima berkutat dengan masalah itu.
Psikiater itu
menjelaskan dengan bijak kalau jatuh cinta secara tulus akan membuat orang
bodoh. Bodoh dalam artian baik tentunya. Tapi Se Hoon malah membalik ucapan itu
pada psikiater yang gagal move on dari mantan pacarnya, membuat si psikiater
kesal. Sepertinya Se Hoon ingin berkata kalau di dunia serengeti ini semua orang
lebih tolol jika dibandingkan Se Hoon. “Walau itu membuatmu kesal, tapi juga
membuatmu bangga karena kau tak seperti itu. Iya kan?”
“Apa maksudmu? Apa
kau tahu betapa susahnya hidup sepertiku? Aku adalah satu-satunya orang yang
benar. Aku selalu benar. Kenapa aku selalu benar? Kenapa semuanya tak pernah
benar kalau aku tak ada di sana?” tanya Se Hoon jumawa, membuat si psikiater
tertawa kesal. Se Hoon menantang si psikiater menunjukkan di mana kesalahannya.
Si Psikiater hendak
menjawab. Tapi ia tak bisa bersuara. Se Hoon mendelik menantang, tapi tetap tak
sepatah katapun muncul dari mulutnya.
Hal itu membuat si psikiater
curhat kepada psikiater lain, mengungkapkan kalau kata-kata Se Hoon terdengar masuk
akal semua. Tapi jika ia pikirkan kembali di rumah, semua yang diucapkan Se
Hoon itu tak masuk akal. “Aku ini dokter, tapi dihadapannya aku tak bisa
berkata-kata. Seperti tikus di depan kucing. Ia seperti raja hutan dan aku
harus tunduk di hadapannya berkata iya,
iya, iya.”
Koleganya menuliskan
diagnosa stress karena pekerjaan. Psikiater
itu menangis karena Se Hoon selalu kembali padanya dan bertanya apa yang harus
ia lakukan?
Akhirnya Se Hoon
menelepon si asisten dan bertanya ada masalah apa. Mendengar nada si asisten
yang aneh, ia merasa ada yang tak beres. Setelah berputar-putar, si asisten menjelaskan
kalau Min Joo kabur. Se Hoon langsung berteriak, “Kenapa kau tak segera memberitahukanku?!!”
Ia langsung memutar mobilnya dan pergi.
Si asisten mencoba
membela diri, tapi Se Hoon keburu menutup telepon. Akhirnya si asisten meradang
dan marah-marah di telepon yang sudah mati. “Kau tanya kenapa tak langsung
memberitahukanmu?!! Gimana aku bisa memberitahukanmu kalau telepon aja gak
diangkat, hahh?!!”
Teriakannya ini
membuat orang menoleh padanya. Tapi ia tak peduli dan bertanya pada temannya, “Kau
dengar kan? Ia yang memutuskan kapan ia
angkat telepon dan ia memutuskan jawabanku. Padahal Min Joo sendiri yang kabur
dari mobilnya. Bagaimana aku bisa mencari penggantinya dalam waktu sesempit
ini?!!”
Tak sadar pandangannya
tertubruk pada gadis yang memukulnya tadi. Sebuah ide melintas di kepalanya dan
langsung berlutut minta tolong. Gadis itu jadi risih dan hal itu membuat si
asisten sadar. Sudah kebiasaan berlutut jika salah, ia jadi refleks
melakukannya.
Ia pun mulai
berpura-pura sebagai korban yang dipukul. Ia tak akan mengadukan kepada polisi
jika gadis itu mau menggantikan Min Joo. Mulanya gadis itu enggan, tapi begitu
dia berteriak-teriak memanggil ambulans, gadis itu buru-buru mengiyakan.
Gadis itu akhirnya
dibawa ke lokasi syuting, didandani dan memakai kostum yang dipilih. Gaun putih
panjang bak seorang pengantin.
Sementara Se Hoon
akhirnya menemukan Min Joo dan berhasil membawanya ke lokasi, kita mendengar
diagnosa psikiater (yang satunya mungkin).
Penyakit yang diderita Se Hoon adalah Sindrome Faust.
Hal ini belum terbukti secara medis, tapi banyak generasi muda yang mengalami
masalah psikologis ini. Mereka lesu karena tak ada hal lain yang bisa memuaskan
mereka. Mereka mudah hilang minat setelah menyadari kalau mereka bisa
mendapatkan semua yang mereka mau. Dan solusinya sebenarnya mudah. Cari sesuatu
yang tak mungkin bisa didapat.
Setelah Min Joo
digiring masuk oleh pegawainya, Se Hoon berjalan masuk dengan rasa puas.
Kukatakan ini secara Serengeti disebut-sebut
sebelumnya. Kadang sesuatu yang tak pernah terbayangkan memang terjadi. Adalah
jika predator paling ganas terpaku di depan mangsa yang paling lemah.
Dan ia melihat seorang
gadis dalam balutan gaun putih, penuh binar di matanya.
Arrgghhh...
ReplyDeleteJung il woo oppa akhirnya dibuat juga sinopsisnya..
Jeongmal thank u very very gamsa kak....
Fighting..
Ditunggu kelanjutannya...^^
FSOG versi Korea kah?? Se Hoon reminds me Christian Grey so much.. And so do with the "innocent" girl.
ReplyDeleteAda yang bisa bantu kasi tau link dowload nya drama high end crush ini kah?? Thanks...
ReplyDelete