Three Days Episode 12 – 1
Kim Do Jin menuntut Presiden untuk membatalkan Keputusan Presiden,
tapi Presiden bergeming. Ia malah menyuruh Kim Do Jin untuk menyerah. “Dengan
Keppres ini, apapun yang akan kau lakukan, entah itu mengebom atau memulai IMF
kedua, kau tetap tak akan bisa mengeruk keuntungan di negara ini.”
Kim Do Jin pun mengubah taktik. Ia sekarang mengajak
Presiden untuk bekerja sama. Saat IMF kedua terjadi, ia akan membuat orang
melupakan tragedi Yangjinri dan Presiden akan menyelamatkan Korea dari IMF
karena Presiden adalah orang yang ahli ekonomi.
Presiden merasa Kim Do Jin sekarang sudah menjadi gila. Kim
Do Jin menyalak balik kalau semua ini adalah ajaran dari Presiden Lee dulu.
Presiden berkata, “Itu adalah cara yang salah. Aku yang salah. Jadi hentikan
sekarang juga.”
“Uang yang ada di atas meja ini triliunan dolar. Anda pikir
semuanya ini hanya uangku saja?” tanya Kim Do Jin. “Walau aku menyerah, mereka
tak akan menyerah.”
Presiden paham siapa yang dibicarakan Kim Do Jin dan
menebaknya. “Maksudmu Falcon?” Kim Do Jin tak menjawab, maka Presiden pun
bertanya lagi. “Apakah kau sekarang menggantikan posisiku menjadi anjing
Falcon?”
Kim Do Jin menggebrak meja, marah. “Pikirkan kembali
tawaranku dengan baik.” Ia beranjak pergi namun dihentikan Presiden yang
bertanya dimana letak bomnya. Dengan wajah polos ia menjawab, “Bom apa? Aku tak
tahu.”
Presiden mengancam akan menangkap Kim Do Jin untuk
diinterogasi, tapi Kim Do Jin malah menantang balik. Segera setelah ditangkap,
ia pasti bisa bebas lagi karena Presiden tak cukup bukti. “Tapi jika bom itu
meledak saat itu, apa yang akan Anda lakukan?” Kim Do Jin tersenyum sinis dan
pergi.
Dari hasil melacak GPS handphone Pria Jaesin (namanya
Yohan), mereka mengetahui kalau hari ini Yohan pergi ke kantor pusat Jaesin , setelah
itu ke rumah sakit Cha Young selama 30 menit. Bo Won menduga saat itu adalah
saat Yohan menananyai suster tentang kondisi Cha Young.
Kemudian Yohan berada di sebuah lapangan kosong selama dua
jam dan kemudian kembali ke rumah sakit Cha Young lagi. Bo Won dan Tae Kyung
memutuskan untuk pergi ke lapangan kosong itu dengan mobil terpisah.
Dari asisten yang memeriksa identitas Yohan yang sekarang
terbaring di rumah sakit, Jaksa Choi mengetahui kalau Yohan adalah warga negara
Amerika dan pernah menjadi marinir, yang kemudian menjadi tentara bayaran
Falcon. Jaksa Choi meminta barang yang
dibawa Yohan dan mulai memeriksanya.
Asisten itu mengingatkan Jaksa Choi kalau penyelidikan ini
bukanlah urusan mereka. Mereka bahkan tak punya wewenang untuk melakukan hal
ini. Jaksa Choi menjawab pendek, “Maka dari itu kau tak usah ikut-ikut. Aku
akan menyelidikinya sendiri.”
Jawaban itu malah membuat asistennya tak puas. Ia mengawasi Jaksa
Choi dengan sikap mencurigakan.
Lapangan kosong yang didatangi Tae Kyung dan Bo Won ternyata
memang hanya lapangan kosong dan sekitarnya hanyalah perumahan biasa, yang tak
mungkin menyimpan bom. Jika Kim Do Jin ingin melakukan aksi terorisme yang bisa
memicu perang, bom pasti diledakkan di keramaian atau di tempat yang populasinya
padat.
Mereka pun memutuskan untuk
berpencar.
Presiden menelepon Chief Byun dan
memintanya untuk mencegah tindakan Kim Do Jin. Chief Byun pura-pura tak
mengerti ucapan Presiden. Presiden mengatakan kalau kebenaran Yangjinri telah
terkuak dan sebentar lagi Chief Byun akan kehilangan pendukung.
Note : Maka secara akal sehat, tindakan pengeboman itu sia-sia jika didukung
oleh Chief Byun yang merupakan salah satu pelaku insiden Yangjinri.Chief Byun
tak akan mendapat keuntungan apapun karena sebentar lagi Chief Byun akan
dicopot dari jabatan karena pendukungnya telah meninggalkannya.
Chief Byun masih berpura-pura,
hingga Presiden berteriak marah, “Ini masalah puluhan bahkan ratusan nyawa yang
akan melayang. Apa kau pikir Kim Do Jin mau bertanggung jawab setelah semuanya
terjadi? Kau dan Min Hyung Ki yang akan bertanggung jawab! Hentikan bom itu
sekarang juga. Ini perintah!!”
Chief Byun benar-benar terkejut
mendengar ucapan Presiden.
Tae Kyung dan Bo Won pergi ke
pemukiman terdekat mencari tempat yang mungkin
bisa menjadi tempat peledakan. Di bawah mobil, di pinggir jalan, bahkan di
dalam bak sampah. Tapi tak ada yang mencurigakan. Hingga Tae Kyung menerima
telepon dari Jaksa Choi.
Di antara barang milik Yohan, Jaksa Choi menemukan sebuah
kertas berisi angka-angka tapi ia tak tahu apa artinya. “Cobalah lihat apakah
angka-angka ini cocok dengan sesuatu, apapun itu.”
9078, 455, 8723, 673,
1545, 8000. 5129, 2318 Tae Kyung mencari angka-angka itu, tapi tak ada yang
sama dengan yang disebutkan Jaksa Choi.
Sebuah bis melintas di hadapannya dan Tae Kyung terbelalak
melihat bis itu dan meminta Jaksa Choi untuk mengulang lagi nomor terakhir.
Jaksa Choi mengulang kembali, dan Tae Kyung menyadari apa arti nomor itu. 5129
adalah plat nomor bis dan 2318 adalah nomor jalur.
Tae Kyung dan Bo Won pergi ke terminal terdekat dan mendapat
kepastian kalau angka yang tertulis di kertas itu adalah benar plat nomor bis
dan nomor jalur yang berangkat dari terminal jam 19.30 tadi. Jam dimana bis
sedang penuh-penuhnya oleh penumpang. “Kita harus segera menemukan keempat bis
itu.”
Dan memang benar. Di masing-masing bis, ada seorang pria berjas
hitam yang membawa koper besar yang sekarang disembunyikan di bawah kursi.
Bo Won dan Tae Kyung mencari bis yang tadi dilihat Tae
Kyung. Sementara itu polisi dan tim gegana bergerak cepat, meluncur untuk
mencari keempat bis yang menjadi target peledakan.
Presiden turun tangan langsung mengawasi di ruang kendali
CCTV lalu lintas, sementara Kim Do Jin duduk bersantai sambil turut mengawasi
CCTV dari komputernya.
Ketika Presiden turun tangan langsung mengawasi di ruang
kendali CCTV lalu lintas, Kim Do Jin duduk di depat komputer, turut mengawasi
CCTV. Semua sudah sesuai rencana. “Kita lihat siapa yang akan menang di antara
kita.”
Bom di bis 2318 sepertinya adalah bom terakhir yang harus
ditaruh di dalam bis. Karena setelah pria berjas hitam itu turun dari bis
setelah meninggalkan koper bom itu, ia masuk ke dalam mobil yang terus
mengikuti bis 2318 dan mereka mengikuti bis itu.
Tae Kyung akhirnya menemukan bis 2318. Dengan cepat, ia
menyalib bis tersebut dan menikung tepat di hadapan bis membuat supir bis harus
mengerem mendadak. Tanpa mempedulikan omelan para penumpang, Tae Kyung mulai
memeriksa masing-masing kursi sementara Bo Won mengumumkan jati dirinya yang
polisi dan meminta para penumpang untuk turun.
Pria berjas hitam melihat semua kejadian itu. Ia kemudian
menelepon Kim Do Jin dan mengatakan kalau aksi mereka sepertinya sudah
ketahuan. “Apa yang harus kami lakukan?”
Kim Do Jin diam. Ia segera memeriksa kamera yang menunjukkan
ketiga bis lainnya yang juga membawa bom. Ternyata para polisi sudah menemukan
tiga bis itu dan tim gegana juga sudah menemukan bom yang tersimpan di bawah
kursi.
Maka Kim Do Jin pun memutuskan,
“Nyalakan bomnya.”
Pria berjas hitam itu
mengeluarkan sebuah handphone yang menjadi detonator bom dan menekan tombol
SEND.
Keempat bom yang tadinya hanya
berkedip-kedip hijau, sekarang muncul angka 00:20 dan mulai menghitung mundur
setiap detiknya. 20, 19, 18, 17..
Tim gegana masuk ke bis 2318 saat
Tae Kyung melihat bom itu mulai menghitung mundur. Tae Kyung sontak berteriak,
menyuruh mereka untuk keluar dari bis segera.
Para penumpang yang menunggu di
luar bis menjadi panik dan menghambur menjauh saat melihat tim gegana keluar dari
bis.
Presiden hanya bisa memandang
kamera CCTV dengan tegar namun pasrah menanti sementara Kim Do Jin hanya
tersenyum puas. Ia bersandar menikmati apa yang akan terjadi berikutnya.
Namun kenikmatan itu berganti
saat Chief Byun masuk ke ruangan dengan handphone di tangan mengistruksikan
seseorang, “Hentikan sekarang juga! Batalkan!”
Instruksi itu diberikan pada pria
berkumis yang semobil dengan pria berjas hitam (sebenarnya jas mereka sama-sama
hitam, sih) yang kemudian menyuruh rekannya untuk mematikan detonator itu.
Orang-orang mulai berhamburan
menjauhi bis. Tapi Bo Won tak bergerak dari tempatnya berdiri. Ia tetap
menunggu Tae Kyung yag tak kunjung muncul sementara tim gegana sudah keluar
dari bis.
Tae Kyung terkesiap melihat waktu
yang sudah menipis dan tak ada waktu lagi untuknya keluar dari bis.
Hanya
tersisa 6 detik untuknya.
5 detik..
4 detik..
3 detik..
Lampu hijau mati dan waktupun
berhenti.
Tae Kyung menghembuskan nafas
lega. Begitu pula Bo Won yang sepertinya lupa untuk bernafas saat semua ini
terjadi.
Dari ruang control, Presiden, yang
ditemani oleh Direktur Kim dan CP Mong, mendengarkan laporan dari tim gegana,
“Pukul 19.50. Semua bom telah di-deaktivasi.” Namun ekspresi wajah Presiden
masih tetap tegang. Semua ini belum selesai.
Chief Byun berteriak marah pada
Kim Do Jin, “Apa yang sedang kau lakukan sekarang?! Ini bukan Yangjinri. Ini
Seoul! Ibukota Korea dengan penduduk 10 juta orang! Bagaimana mungkin kau
melakukan ini tanpa berbicara dulu padaku?!”
Chief Byun menahan amarahnya dan
dengan suara lebih pelan ia berkata, “Setelah Presiden Lee mengeluarkan
Keputusan Presiden tentang Darurat Keuangan, tak ada lagi keuntungn yang bisa
kita keruk. Kau harus hentikan sekarang juga!”
Mendapat amukan seperti itu, Kim
Do Jin malah balik marah. Ia menarik dasi Chief Byun, “Kau berani mencampuri
urusanku? Memang kau ini siapa?!!”
Mata Chief Byun menantang Kim Do
Jin, “Falcon telah menghubungiku.” Ia menarik dasinya dari tangan Kim Do Jin
dan meneruskan, “Hentikan sekarang juga. Lain kali akan ada kesempatan lagi.”
Kim Do Jin tercenung mendengar
ucapan Chief Byun yang sekarang sudah meninggalkan ruangan. Ia mencoba
menelepon pria berjas hitam, tapi tak diangkat. Ia pun memeriksa CCTV. Tak ada
ledakan maupun kericuhan sedikitpun. Seoul dalam kondisi normal.
Ia sangat marah. Luar biasa marah
hingga membanting telepon dan layar komputer di depannya. Namun dia sedikit
tenang saat pria bertato meneleponnya dan bertanya apa yang harus dilakukan
dengan bom terakhir.
Masih ada bom? Dimana? Belum game
over?
Bo Won duduk di trotoar saat Tae
Kyung menghampirinya. Tae Kyung mengulurkan tangan dan menyelamatinya yang
telah melakukan pekerjaan dengan baik. Bo Won tersenyum dan berdiri untuk
menerima tangan Tae Kyung.
Tapi genggaman tangan itu membuat
mereka berdua sama-sama canggung dan masing-masing langsung memisahkan diri.
Masih merasa canggung, Bo Won balas memuji Tae Kyung, “Kau juga telah
menyelesaikan pekerjaan dengan baik pula, Agen Han.”
Mereka kembali ke lapangan kosong
tempat mereka memarkir mobil mereka. Karena Tae Kyung akan menemui Cha Young di
rumah sakit, maka Bo Won pun juga begitu. “Aku ingin menemuinya sebelum aku
pulang ke Seojori.”
Mereka pun berjanji untuk bertemu
di rumah sakit. Bo Won sudah menuju mobilnya saat Tae Kyung menerima telepon dari
Direktur Kim yang ingin menyampaikan pujian dari Presiden. Direktur Kim juga
memberitahu kalau 20 kg dinamit dari masing-masing bis berhasil
dijinakkan. Mereka juga sedang melacak
jejak para penjahat itu dengan melacak jejak handphone yang digunakan sebagai
pemicu bom.
Tae Kyung merasa ada informasi
yang belum sinkron. Menurut perhitungan Bo Won sebelumnya ada sekitar 100 kg
dinamit yang dicuri selama ini. Jika pemakaian dinamit untuk tiap bis hanya 20
kg, berarti masih ada 20 kg dinamit yang belum digunakan.
Direktur Kim kaget mendengar hal
ini. Tae Kyung segera berpikir cepat. Pria Jaesin itu pergi ke rumah sakit
pukul 20.30, dan ia tak membunuh Cha Young hingga jam 10 malam. Jadi apa yang
dilakukan pria itu selama hampir dua jam?
Dan kita melihat apa yang
dilakukan pria Jaesin itu di rumah sakit. Ia membawa sekoper dinamit dan
tersenyum saat melihat mobil Bo Won. O oh..
Kim Do Jin berkata dengan geram,
memberi instruksi pada pria bertato, “Nyalakan!”
Tae Kyung teringat ucapan Kim Do
Jin yang mengatakan satu atau dua orang akan mati dan semuanya itu dikarenakan
ulahnya. Dan ia dapat membayangkan apa yang sudah diperbuat oleh pria Jaesin
itu. Pria itu pasti menaruh bom di suatu tempat saat berada di rumah sakit.
Tapi di mana? Dimana pria itu bisa menaruh koper bom yang cukup besar tanpa
ketahuan? Tae Kyung semakin panik.
Ia mendapat jawabannya saat
melihat ada sebuah mobil dengan pria bertato duduk sambil tersenyum padanya.
Pria itu melambaikan handphone yang tombol SEND-nya baru saja ditekan.
Ia segera menyadari kalau bom itu
ada di mobil Bo Won. Ia segera berteriak memanggil Bo Won, tapi Bo Won hanya
berhenti dan menoleh padanya. Padahal jarak Bo Won dan mobil itu hanya sekitar
10 meter saja. Tae Kyung segera berlari menuju Bo Won, tapi terlambat.
Bom meledak dan melemparkan gadis itu dan juga Tae Kyung. Tapi posisi Tae
Kyung yang cukup jauh membuatnya baik-baik saja. Tapi tidak dengan Bo Won.
Bo Won terkapar di tanah,
sementara pria bertato itu menghampiri dengan tangan masuk ke dalam saku. Tae
Kyung melupakan rasa sakit akibat lemparan bom itu. Ia segera berlari dan
menyeruduk pria bertato itu agar menjauh dari Bo Won.
Pria bertato balas memukulnya.
Tapi Tae Kyung sekarang sedang kalap dan murka tak merasakan pukulan pria
bertato itu. Ia malah menghajar pria itu dengan tinjunya yang bertubi-tubi.
Pria itu mencoba membalas tapi
Tae Kyung sekarang menjadi kelinci gila yang terus memukulinya. Tak kuat
menghadapi rentetan tinju Tae Kyung, ia pun jatuh pingsan.
Tae Kyung segera berlari dan
memeluk Bo Won, memohon Bo Won untuk membuka matanya. “Bangunlah.. ayo buka
matamu, Yoon Bo Won!” Tapi mata Bo Won masih terpejam. Suara Tae Kyung semakin
gemetar, “Kumohon bangunlah..”
Dan Bo Won membuka mata. Tae
Kyung sangat lega. Ia memeluk Bo Won lebih erat lagi, “Syukurlah. Syukurlah.. Terima kasih.”
Voting telah selesai dan hasilya
diumumkan. 56 – setuju, 23 – menolak dan 123 abstain. Dengan sebagian besar
anggota abstain, maka pemakzulan tak bisa diteruskan. Sementara para anggota
sudah mulai meninggalkan ruangan, Min Hyung Ki hanya bisa duduk di kursi, shock
dengan hasil akhirnya.
Kim Do Jin berdiri di ruangan dan
mendengar berita kegagalan pemakzulan dengan getir. Hal itu dirasakan pula oleh
Presiden. Berita itu tak membuatnya senang karena ia tahu kalau hal ini bukan
akhirnya. Ia tak boleh menyerah sekarang.
11 Maret 2014 – 72 jam setelah pengajuan pemakzulan. Pengajuan gagal.
14 Maret 2014 Pk. 20.30
Di sebuah jembatan, Presiden
berdiri di hadapan Kim Do Jin, saling menatap tapi tak ada kata yang terucap.
Sementara itu Tae Kyung, yang sekarang kembali memakai seragam PSS, berlari ke
arah mereka dengan wajah penuh ketegangan.
Komentar :
Babak kedua Three Days :
Pertempuran terakhir telah selesai. Sepertinya penulis langsung meloncat pada
akhir dari babak ketiga : Penghakiman. Untuk drama yang menuliskan apa yang terjadi
secara detik demi detik, lompatan waktu 3 hari ini bisa disebut time jump yang
sering kita lihat di drama-drama Korea lainnya.
Tapi siapa yang menang di babak
ini? Mengapa Presiden berdiri sendirian tanpa dikawal satupun anggota PSS?
Kerennn~~~~
ReplyDeleteMian aku termasuk silent reader di blog mba dee
Padahal udah lama ngebaca sinopsis* yang dibuat mba dee mian
Kerennn~~~~
ReplyDeleteMian aku termasuk silent reader di blog mba dee
Padahal udah lama ngebaca sinopsis* yang dibuat mba dee mian
Seru.. Keren bgt pas HTK meluk BW,part 2 nya ditunggu
ReplyDeleteHai mbak dee saya sebagai silent reader menampakkan diri(?) Udah lama ngikutin blok mbak tapi baru sekarang muncul maap ya mbak:D
ReplyDeleteDrama ini selalu bikin penasaran u,u kenapa ya ada psikopat kayak Kim Do Jin yang mentingin uang daripada nyawa orang ckck..
Duh Tae Kyung sama Bo Won apa ngga ada benih cinta gitu(?)
sekianlah komen saya hehe.. penasaran sama selanjutnya. Fighting mbak! 😄😄✌
udah mau abis aja neh,, I NEED ROMANCE PLEASE SW-NIM..!!!!
ReplyDeleteAwesome....Agen HTK-BW....gomawo mbak dee
ReplyDeletePark yoo-chun dapet julukan "Klinci Gila" lg d drama ini. :D (sblmnya drama I MISS U)
ReplyDeleteBikin deg-degan waktu bom nya di mobil Bo Won untungnya gak kenapa2
ReplyDeletetinggal beberapa episode lg moga endingnya gak mengecewakan
Wihh.. Udah mau akhir aja nih.. Makasih buat sinopsisnya ^^ nyaman bgt bacanya.. Mian selama ini jadi silent reader ._.v Semangat !!
ReplyDeletekereennn. . .tegang bnget niiee. . . untung aj bo won gag kena juga. . .kalo kena han tae kyung jg kehilangan orng yg membantuny niiee. . . . .hiks. . .hiks. ..daebak dech. . .
ReplyDeletekok mirip iris ya??? tp jgn sampe yochun brnsib sm dgn lead actor nya... tak relaaaa.....
ReplyDelete