Note : Untuk yang belum membaca awal dari bab 7, klik di sini.
Di akhir bab ini ada kata-kata yang saya sukar terjemahkan. Fine rain. Di sini saya sebut dengan hujan. Tapi fine rain bukanlah hujan biasa. Hujan itu bukan hujan deras, juga bukan hujan rintik-rintik. Fine rain adalah hujan yang berbutir halus tapi sangat banyak.
Di akhir bab ini ada kata-kata yang saya sukar terjemahkan. Fine rain. Di sini saya sebut dengan hujan. Tapi fine rain bukanlah hujan biasa. Hujan itu bukan hujan deras, juga bukan hujan rintik-rintik. Fine rain adalah hujan yang berbutir halus tapi sangat banyak.
Hujan ini yang membuat Hwon basah
kuyup di akhir bab 7, dan hujan ini pula yang membuat Hwon singgah di rumah Wol
di bab 1. Dan menurut Yeom, nama Yeon Woo (di bab 6) sendiri berarti hujan
(fine rain).
Novel The Moon That Embraces The Sun - Bab 7 – 2
Hari itu, Hwon terus menerus
mengingatkan kasimnya untuk memberitahukan pada Yeom apa yang telah ia lakukan
hari ini. Saat jeda pergantian antara pelajaran pagi dan pelajaran siang,
ia mempelajari buku-buku puisi dan harap-harap cemas menanti pelajaran sorenya
bersama Yeom.
Saat pelajaran sore tiba, Yeom
menemui Hwon seperti biasanya. Hwon menyikut kasimnya. Mendapat isyarat itu,
si kasim tersenyum dan berkata, “Bakti Yang Mulia sangatlah dalam dan besar,
sehingga Paduka Raja sangat mengaguminya. Saat subuh datang, Yang Mulia
mengunjungi Paduka Raja dan bahkan menemaninya sarapan pagi.”
“Yang Mulia adalah putra teladan
yang pantas menjadi panutan semua orang.”
Mendengar pujian tulus dari Yeom,
Hwon berjanji akan mengunjungi orang tuanya setiap pagi, tak peduli betapa
lelah dirinya. Ingin tahu bagaimana reaksi Yeon Woo akan hadiahnya kemarin,
Hwon bertanya, “Apakah kau menikmati pastel beras mansinya?”
Yeom menjawab ragu, “Saya belum
memakannya sama sekali. Pastel itu masih tersimpan di kamar saya.”
“Kenapa? Apakah terjadi sesuatu?”
“Itu.. Ayah saya kemarin merotan
adik saya lagi. Jadi saya tak memiliki kesempatan untuk memberikannya pastel
itu.”
“Apakah mungkin Nona Yeon Woo
suka membuat onar?”
“Bukan, bukan itu, Yang Mulia.
Untuk ukuran seorang gadis, karena ia membaca terlalu banyak buku, ayah
melarangnya untuk membaca lebih banyak lagi. Tapi ia melanggar larangan ayah
dan diam-diam membacanya di perpustakaan. Setiap hari ia selalu dipukul dengan
rotan, tapi hari berikutnya ia menyelinap lagi masuk ke dalam perpustakaan
untuk membaca. Dan tak ada hari dimana kaki adik saya bersih dari memar-memar.”
Hati Hwon pedih memikirkan memar
di kaki Yeon Woo. Dan rasanya seperti kakinya juga tersiksa. Ia mulai membenci
ayah Yeon Woo.
“Bukankah Hongmunkwan (Sarjana
Utama dari kantor Penasehat Khusus) dikenal sebagai pria yang berpengetahuan?
Bagaimana mungkin ia memperlakukan putrinya seperti ini? Ia tak merotanmu
karena kau menyukai ilmu pengetahuan. Apakah ia sering mendapat pukulan rotan?”
“Ya, pukulan ayah benar-benar
keras kemarin, jadi saya menjadi khawatir. Tapi ia mungkin sudah kembali membaca
sekarang. Bahkan saat kami mengoleskan salep di kakinya, ia mulai menanyakan
tentang buku yang ingin ia baca.”
“Jadi ia mendapat banyak pukulan.
Di kakinya yang halus itu… Kakinya bahkan harus diolesi salep.”
Marah, Hwon mulai menggerutu
sendiri. Tapi hal itu tak dapat meredakan marahnya. Namun kemudian ia
mendapatkan ide.
“Aha! Buku apa yang ingin ia
baca?”
“Shiji oleh Sima Qian. Karena
buku itu dihancurkan ditengah-tengah ia membaca, ia jadi ingin tahu akhir kisah
itu.”
Wajah Hwon menjadi cerah, “Aku juga
menyukai buku itu. Aku tak percaya Nona Yeon Woo juga menyukai buku itu.”
Setelah pelajarannya usai, Hwon
meminta Yeom untuk menunggu dan ia segera lari ke perpustakaan pribadinya. Ia meraih
beberapa jilid dari Shiji, membawakannya sendiri pada Yeom, dan bahkan menolak
bantuan pelayannya untuk membawakan buku itu.
Hwon berkata dengan aura
kemenangan, “Bawalah buku-buku ini pada Nona Yeon Woo. Aku akan meminjamkan
jilid selanjutnya nanti, tapi bawalah yang ini sekarang.”
Yeom benar-benar bingung. Bukan
hal mudah menerima pinjaman buku dari koleksi pribadi Putra Mahkota. Dan mengetahui
kalau kebaikan hati itu tak ditujukan padanya tapi pada adiknya, Yeom tak tahu
bagaimana harus menanggapinya.
Namun, tawaran Hwon sangatlah
menggoda. Karena Yeon Woo selalu membaca buku secara diam-diam, maka yang
pertama kali ayahnya lakukan setelah pulang adalah memeriksa buku-buku yang ada
di dalam rumah. Bahkan kemarin Yeon Woo dirotan dengan sangat keras karena
ketahuan merusak kunci gembok untuk mengambil buku.
Jika Yeom menerima pinjaman buku
ini, Yeon Woo akan dapat membaca tanpa menimbulkan kecurigaan ayahnya dan
kakinya akan memungkinkan untuk sembuh. Demi kesembuhan kaki Yeon Woo, Yeom tak
punya pilihan lain kecuali menerima buku-buku itu.
Dan sejak saat Yeom mulai
meminjam buku dari Putra Mahkota, perasaan Hwon pada Yeon Woo semakin dalam.
Karena walaupun Yeom yang meminjam buku, tapi Yeon Woo-lah yang membacanya.
Menyadari hal ini, Hwon membaca buku-buku itu juga sebelum meminjamkan pada Yeon
Woo dan saat Yeom mengembalikannya, ia membaca ulang buku-buku itu kembali.
Beberapa kali, Yeom meminjam buku-buku yang tak pernah dibaca sendiri oleh
Hwon. Dan pada saat itu, Hwon meneguhkan hati untuk selalu membacanya setelah
buku itu dikembalikan. Seperti itulah Hwon mengejar Yeon Woo dengan buku yang
ia baca.
Hwon membayangkan bagaimana rupa Yeon Woo dan segera hal itu membuatnya menjadi rindu pada Yeon Woo. Bersamaan dengan itu, Yeom mulai berbagi cerita pada Hwon tentang hal-hal yang Yeon Woo pikirkan tentang Putra Mahkota.
Sebenarnya tak ada yang spesial.
Kata-kata Yeon Woo tentang kemurahan hati Putra Mahkota karena ia sering
meminjamkan buku dan beberapa kata lain seperti menghargai dan terima kasih.
Tapi kata-kata itu sangat spesial bagi Hwon.
Hingga suatu hari, Hwon
memutuskan untuk menulis surat pada Yeon Woo. Tapi ini bukan tugas yang mudah.
Pertama, karena Yeom tak akan pernah mau memberikan surat seperti itu pada
adiknya. Dan Hwon juga khawatir akan Yeon Woo yang menerima surat seperti itu.
Akan menjadi skandal besar jika ketahuan seorang putra mahkota yang belum
menikah mengirimkan surat cinta pada seorang gadis. Tapi tak satupun masalah
ini mengurungkan niat Hwon.
Masalahnya adalah isi dari surat
itu. Setelah cemas dan gelisah akan apa yang akan ditulis, Hwon ingat kalau
Yeon Woo menyukai puisi. Maka ia mencari di setiap buku puisi yang ia temukan,
sampai ia akhirnya memilih puisi yang menyatakan perasaannya pada Yeon Woo.
Dengan tulisan tangan terbaiknya, ia menulis puisi itu di atas sebuah kertas. Tak
puas dengan tulisan tangannya, ia menulis ulang dan mengulang lagi. Akhirnya ia
memilih satu yang ia anggap paling baik dan memasukkannya ke dalam amplop.
Isi surat Hwon hanyalah sebuah
puisi dan tak ada lagi yang lainnya. Jika surat ini menimbulkan masalah, ia
dapat beralasan kalau ia hanya mengirim sebuah puisi. Dan jika Yeon Woo
menganggap putra mahkota berlaku lancang, ia bisa berkelit
kalau ia hanya ingin membagi sebuah puisi yang bagus.
Tapi jika Yeon Woo mengakui perasaannya,
Yeon Woo akan membalasnya dengan sebuah puisi juga.
“Bulan terbit di atas lautan,
Cahayanya menerangi seluruh langit
Membenci malam, yang memisahkan sepasang kekasih
Aku tak dapat pulas, selama aku merindukan kekasihku
Setelah meniup lilin
Dan bahagia akan cahaya bulan yang memenuhi kamar
Kupakai jubahku dan berjalan menuju kebun
Dimana embun menyejukkanku
Namun aku tak dapat mengumpulkan dan mengirimkannya padamu
Aku akan kembali ke dipan
Dan memimpikan sebuah mimpi berjumpa dengan kekasihku.
- “Merindukan kekasihku di Malam Bersinar Rembulan” oleh Zhang Jiuling (puisi dari Dinasti Tang)-
Dengan hati berdebar-debar, Hwon
meletakkan surat itu di dalam sebuah buku. Dan seperti yang ia duga, Yeom
menolak untuk mengirimkan surat itu. Tapi Hwon menjawab dengan acuh tak acuh,
“Ini bukan apa-apa. Aku menyukai puisi ini yang aku baca tadi malam. Karena
adikmu juga menyukai puisi. Aku hanya menuliskannya ulang untuknya. Jika adikmu
adalah pecinta puisi, kupikir ia akan memberikan kesannya melalui puisi… Surat
tertutup itu tak berbeda dengan buku yang aku pinjamkan sebelumnya.”
“Kalau begitu pinjamkan saja buku
puisinya, Yang Mulia. Tak patut kalau seperti ini.”
Hwon terkejut dengan keras
kepalanya Yeom. Hwon beralasan kalau dari satu buku itu, hanya satu puisi yang
layak dibagikan, dan juga ia tak dapat meminjamkan karena ia masih belum
selesai membacanya.
“Kalau paduka memang ingin
menunjukkan puisinya, maka pinjamkanlah buku itu setelah paduka selesai membacanya.
Saya tak dapat membawanya pulang.”
Hwon menaikkan suaranya, “Aku
menyuruhmu untuk membawanya! Orang yang akan membuka surat itu adalah adikmu,
bukannya kau. Ini bukanlah masalahmu yang harus kau putuskan. Jika, setelah
adikmu membuka surat itu dan membacanya, adikmu merasa hal ini tak patut, ia
dapat mengembalikan puisi ini padaku. Tapi jika ia ingin membagikan kesannya
akan puisi itu, maka itu adalah haknya untuk memutuskan hal itu."
“Adik saya adalah wanita yang
bermartabat. Dia bukanlah gisaeng.”
“Beraninya kau memandang rendah
diriku! Apakah kau pikir aku adalah orang bodoh tak berguna yang suka menggodai
gisaeng? Karena aku memandang karakter adikmu sama tingginya seperti aku memandangmu,
maka aku berharap dapat saling berbagi pengetahuan dari setiap buku. Apakah aku
berani memperlakukan seorang wanita yang membaca bukuku seolah-olah ia adalah gisaeng
rendahan?”
Yeom memegang amplop itu tanpa
kata. Hwon menatap marah pada Yeom. Kasim yang bertugas menatap cemas pada mereka
berdua, tampak olehnya kalau Yeom masih belum mau mengalah. Kasim itu kasihan
pada Hwon yang telah menghabiskan seluruh harinya untuk memilih puisi dan
melatih tulisan tangannya. Maka ia hati-hati saat angkat bicara untuk membela
Hwon,
“Sarjana, saya juga sudah membaca
puisi itu. Puisi itu ditulis oleh seorang menteri terkemuka dari dinasti Tang,
jadi jangan khawatir. Bukan sebuah pelecehan jika para sarjana saling bertukar
puisi. Bukan begitu? Dan saya juga mendengar kalau para wanita bangsawan juga
saling menunjukkan puisi dan tulisan mereka satu sama lain. Mohon sarjana menganggap
surat ini sama seperti itu. Yang saya lihat, adikmu masih muda dan pastilah kesepian
karena ia tak dapat membagi pemikirannya pada orang lain. Saya khawatir dengan
reaksi berlebihan pada sesuatu yang sepele, kau malah akan menempatkan Yang
Mulia pada posisi yang tak mengenakkan.”
Sekarang Yeom tak memiliki
pilihan lain selain membawa surat itu. Jika ia tetap menolak tanpa tahu isi
surat itu, pasti akan menjadi hinaan bagi Putra Mahkota. Dan setelah menerima
banyak buku, sangatlah munafik jika Yeom menolak membawa satu puisi. Yeom
menyadari kalau tak seharusnya ia menerima pemberian Yeot itu dari awal, tapi
sekarang sudah terlambat. Tanpa bisa memilih, Yeom mengambil buku dan amplop
tertutup itu.
Bagi Hwon, malam itu berjalan sangat
lambat. Ia tak sabar menunggu hari berganti. Ia coba menenangkan diri karena
Yeom mungkin saja datang dengan tangan kosong keesokan harinya. Atau mungkin
saja Yeom hanya membawa sebuah surat pendek yang berisi kesan Yeon Woo akan
puisi itu dan tak lebih dari itu.
Keesokan harinya, Hwon cemas melihat
Yeom masuk. Tangannya tak membawa surat, hanya sebuah kotak makan. Yeom
membungkuk tiga kali pada Hwon dan memberikan kotak makan itu padanya. Kemudian
ia mengambil amplop putih dari dalam bajunya.
Hati Hwon berdebar semakin
kencang. Ia telah menunggu-nunggu saat ini, tapi setelah saatnya tiba, ia malah
tak dapat bernafas.
Hwon menerima amplop itu. Amplop
itu beraroma anggrek yang juga muncul dari badan Yeom. Maka ia juga membayangkan
kalau itu adalah wangi dari Yeon Woo. Karena sibuk dengan amplop, ia tak memperhatikan
kotak makan itu hingga beberapa saat, dan ia menyadari kalau kotak itu bukan kotak
kosong. Di dalamnya berisi tanah.
“Apa ini?”
“Ini adalah hadiah sebagai tanda
terima kasih Yeon Woo karena Paduka telah meminjamkannya buku.”
Mata Hwon melebar. Saat melihat
lebih dekat, ia menyadari kalau kotak itu bukan kotak biasa, tapi dapat berubah
menjadi pot bunga.
“Apa yang tertanam di dalamnya?”
“Saya juga tak tahu. Yeon Woo
berkata kalau Paduka menyiramnya setiap pagi dan sore, dan Paduka menunggu dengan sabar, Paduka akan menemukan
jawabannya.”
Hwon sangat gembira. Ia tak dapat
tenang. Saat Yeom memulai kelasnya, Hwon menyembunyikan surat itu di dalam
bajunya. Karena takut potnya tak sengaja tersenggol, maka ia meletakkan pot itu
di sebelahnya dengan hati-hati.
Walaupun kelas telah usai, tapi
Yeom kelihatan khawatir dan ragu untuk meninggalkan ruangan. Tapi tak seperti
Yeom, Hwon malah menyuruh Yeom untuk keluar. Dan ia menyuruh kasim yang
bertugas untuk berdiri menjauh darinya. Tanpa seorang pun di dekatnya, Hwon
mengambil amplop itu dari dalam bajunya.
Hwon menerawangkan amplop itu ke
cahaya, dan ia melihat kalau memang ada tulisan di dalamnya. Sekali lagi ia
melambaikan tangannya pada kasim untuk menjauh dan akhirnya membuka surat. Di
dalamnya berisi sebuah puisi pendek,
“Kerinduan kita akan satu sama lain,
Dapat bertemu hanya dalam mimpi.
Aku pergi karena ingin mencari kekasihku,
Apakah kekasihku juga pergi karena mencariku?
Kuharap di sebuah mimpi panjang yang lain
Kita akan bertemu di jalan mimpi kita.”
- Sebuah Mimpi Saling Merindu - Hwang Jin Yi (Penyair sekaligus Gisaeng di era Joseon)
Hanya sebuah puisi pendek. Tapi
Hwon membaca surat itu berulang-ulang. Puisi yang ia kirim kemarin adalah
tentang keinginannya untuk bertemu walau hanya dalam mimpi. Yeon Woo menjawab alasan
mereka tak bertemu dalam mimpi karena mereka sama-sama pergi mencari sehingga malah
melewatkan satu sama lain. Dengan puisi ini, Hwon mendapat keyakinan kalau sama
seperti ia merindukan Yeon Woo, Yeon Woo pun juga merindukannya.
Setelah membaca belasan kali,
Hwon mulai memperhatikan tulisan tangan Yeon Woo. Sangat indah hingga ia malu
akan tulisannya sendiri di suratnya kemarin. Hurufnya sangat sempurna sehingga
ia sulit mempercayai kalau itu adalah kaligrafi milik gadis berusia 14 tahun.
Hwon memanggil kasimnya untuk
mendekat. Setelah itu ia menunjukkan tulisan tangan Yeon Woo dengan bangga, “Lihat!
Siapa yang percaya kalau ini adalah tulisan tangan dari gadis yang berusia 14
tahun? Apakah kau pernah melihat keahlian seperti ini sebelumnya?”
Kasim itu terkejut melihat
tulisan tangan itu. Kaligrafi itu menunjukkan aura dari sarjana tinggi, namun
juga memperlihatkan aura kecantikan seorang wanita.
“Apakah ia benar-benar berusia 14
tahun?”
“Aku juga terkejut. Sangat mengejutkan
mendapati seorang wanita yang tahu huruf Hanja (huruf Cina), dan lebih
mengejutkan lagi melihat tulisan tangannya yang sangat indah. Ia hanya terpaut
satu tahun dengan Putri Minhwa, tapi keduanya sangat berbeda bagai malam dan
siang.”
“Tak hanya Sarjana Utama yang
cemerlang, tapi anak-anaknya juga cemerlang. Saya sangat terpesona pada Sarjana
Yeom, tapi ini..”
Saat Hwon tenggelam akan pikiran
tentang Yeon Woo, hujan mulai
membahasahi halaman. Melihat hujan turun, Hwon meraih kotak (sekarang pot
bunga) dan membawanya keluar. Di hari yang bersinar, rintik hujan yang
berjatuhan menjadi berkilau keemasan. Hwon membentangkan lengannya, dan mencoba
meraih hujan ke dalam pelukannya. Hujan turun membasahi wajah Hwon dan
membasahkuyupi badannya.
Komentar :
Aihh.. co cweeeettt…
Anak tengil jadi suka belajar
karena gadis yang ditaksir adalah seorang kutubuku? Dan ia suka pada gadis yang
bahkan tak pernah ia lihat wajahnya? Ini mungkin yang disebut suka dengan inner
beauty.
Hwon belum pernah melihat Yeon
Woo. Tak ada mbah Google dan kaka Facebook yang dapat membantunya mencari tahu
wajah asli Yeon Woo. Tulisannya memang cantik, tapi bisa juga kan seorang gadis
yang berwajah biasa memiliki tulisan cantik?
Yeon Woo mungkin saja memang
cantik, karena Yeom sangatlah tampan hingga Hwon terkesima saat pertama
melihatnya. Bisa saja kan kakaknya tampan tapi adiknya tidak?
Tapi Hwon tetap menyukai Yeon
Woo, merindukannya. Dari gambaran yang diberikan Yeom, tulisan tangannya dan
aroma anggrek (yang btw juga muncul di bab 1) yang terselip di amplop balasan
Yeon Woo, membuat Hwon membayangkan sosok Yeon Woo sebenarnya.
Jadi so sweet banget membaca bab
ini. Kekeraskepalaan Hwon sangatlah cute. Puisi berbalas puisi, hadiah berbalas
hadiah, dan pengakuan rindu yang mirip pengakuan suka. Aww.. that’s love,
right?
All credits go to the author of The Moon that Embraces the Sun, Jung Eun Gwol. Thanks to Blue for her English translation from Belectricground.com. Indonesian translation by Dee from Kutudrama.com
All credits go to the author of The Moon that Embraces the Sun, Jung Eun Gwol. Thanks to Blue for her English translation from Belectricground.com. Indonesian translation by Dee from Kutudrama.com
puisinya manis banget..
ReplyDeleteitu mah ngga perlu nulis surat lagi,semuanya dah terwakilkan sama isi puisinya.
makasih bgt lho mba dee buat terjemahannya,kalo mba ngga ngelanjutin nerjemahin aku ngga tau lanjutan.,secara aku males kalo harus baca yg b.inggris.,hehee
aww co cwett..
ReplyDeleteaq seneng dee dah come back..kayak yoochun yg jg br nongol setelah sekian lama(soro dee..ga nyambung,habis aq kangen ama dia...)
kembali ke dunia sweet lagi malah buat saya mengingat sweet capture lain, palagi diingetin anonim di atas...
ReplyDeletehehe di bab ini yang katanya cinta monyet ternyata malah bikin pinter ^^
makasih mbak dee,bener2 soon part 2nya (banyak yang ngedoain tuh :P)
mbak...huaitiii...terusin donk lanjutannya..
ReplyDeletelanjut donk mbak....
ReplyDeletehwaiting... mbak dee
Duh baca novelnya jauhhh lbh bgs dr filmnya. Puisinya indah banget. Thanks De, terjemahaan bhs mu wokee banget. Smg novel ini masuk ke Indo...
ReplyDeletembak dee,, thanks yah lanjutan novel TMTETS nya..
ReplyDeletesangat menggemaskan ngelihat pola tingkah mereka,,
klu ada lnjtnny lg mbak dee..
jgn lupa posting ya mbak..
aq msh d sni,, mnunggu postingan mbak dee slnjtnya..
semangat..
dephie_
Bulan Agustus tanpa postingan dari Mbak Dee. . . .
ReplyDeleteHuft... Membosankan -_-
lanjutannya mana y??
ReplyDeletenovel lebih bagus dr dramanya :)
ReplyDeletekutunggu lanjutannya ya :)
thx
wah gawat.. kalo 47 chapter tapi kluarnya 1 - 1 mau sampe kapan selesainya? -_- coba ajah gw bisa bahasa korea ya -_- soalnya gw udh nemuin novel originalnya, tapi waktu gw copyke google translate isinya jadi sama sekali ga nyambung -_-
ReplyDeletetetep semangat Mbak buat lanjutin ceritanya :-)
ReplyDeletembk dee lnjtn trans novel.ny enggk dlnjut y
ReplyDeleteaach senyum gaje nh gegara bca.ny
sweeet bgt cimon.ny xD
Lnjutin lah mbk ne novel
hwaiting ^^
mbak dee....pleaseeee lanjutin novel nya dooong...galau abiiss deh mbak gk bsa lanjutin baca novel nya. pleeeaaseee mbak, lanjutin yaa novel nya....hwaiting mbak dee yg kece....^_^
ReplyDeleteMbak lanjutin donk cerita'y, tetep semangat ya mbak.. Heheheheh gomawo..
ReplyDeleteIyaaa mba deee... ayooo dong lanjutin lagi novelnya #nangiskejer
ReplyDelete@all : karena novelnya udah terbit, jadi gak aku lanjutin lagi. Mau cari novelnya ga nemu? Hehe.. tungguin giveaway dari kutudrama, ya karena salah satu hadiahnya adalah satu set lengkap Novel The Moon Embraces The Sun.
ReplyDeleteTungguin ya.. di bulan ini kok.. :))
Wah ska bgt klo dah baca blog ini, tpi blum lama bru nsa komen ( gaptek.com ). Klo ga dpet giveaway nya, bsa beli dimana ya novelnya. Penasaran bgt, biar dah nonton plus baca sinopnya. Thanks for everything.
ReplyDelete